Tanya Jawab Agama Islam bersama ustadz IMANAN (Dewan Syariah LAZISMU Surabaya)
Tanya : Assalamu'alaikum wr.wb. Maaf mau bertanya, sekarang ini makin semarak ya saat bertemu berjabat dan berciuman meski sejenis, yang saya tanyakan: apa ada riwayat nabi melakukan seperti itu, kalau gak ada, apa hal itu tidak termasuk LGBT ?, trima kasih atas segala perhatiannya.Wass. (Akhwan Hamid, Surabaya).
Jawab : Terkait dengan hukum berjabat tangan, salam berpelukan dan salam menempel pipi (sesama jenis), ada beberapa hadits yang berkaitan dengan hal tersebut antara lain:
Dari Bara’ ra berkata bahwa Rasululloh saw bersabda, “Apabila ada dua orang muslim bertemu lalu berjabat tangan, maka kedua mendapat ampunan (dari Alloh) sebelum mereka berpisah” (HR: Abu Daud).
Dari Anas ra berkata ada orang bertanya, “Ya Rasululloh, apabila seorang di antar,a kami bertemu saudara atau temannya, apakah ia menundukkan (inhina) badannya? “ Beliau menjawab, “Tidak”. Ia bertanya lagi, “Apakah ia memeluk dan menciumnya?” Beliau menjawab, “Tidak.” Ia bertanya lagi, “Apakah ia memegang tangan saudaranya dan menjabatnya?” Beliau menjawab, “Ya” (HR: Tirmidzi dan berkata : hadits hasan).
Dari Asiyah ra berkata, “Zaid bin Haritsah datang ke Madinah dan saat itu Rasululloh saw berada di rumahku. Lalu ia mengetuk pintu. Kemudian Rasululloh saw menarik bajunya dan memeluk serta mencium (pipi) Zaid” (HR: Tirmidzi dan berkata: hadits hasan)
Dari hadits-hadits tersebut di atas, dapat disimpulkan beberapa hal:
Sambut Ramadhan 1442 Hijriyah

TV MUHAMMADIYAH (ADiTV Jogja)
# Langsung live dari Adi-TV Jogjakarta
Tampilkan postingan dengan label Tanya Jawab Al-Islam. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Tanya Jawab Al-Islam. Tampilkan semua postingan
Senin, 22 Februari 2016
Rabu, 01 April 2015
Mentalqin Mayit dan Memberi Nasehat di atas Kuburan
oleh : ustadz IMANAN
Pertanyaan:
Assalammu‘alaikum
Wr. Wb. Ust.
Mohon dijelaskan tentang Apa hukum
mentalqin mayit setelah dikuburkan dengan dibacakan di atas kubur ,misalnya: Man
Imamuka, man Nabiyuka… dst, jika ada haditsnya bagaimana kedudukan hadits
tersebut? Apakah boleh memberikan
ceramah atau nasehat serta berdoa di atas kuburan setelah selesai dikuburkan ? (Abdul
Hamid pembaca Lazismu di Surabaya)
Jawaban: Wa’alaikumussalam
Warahmatullohi. Wabarakatuh..
Talqin
di atas kuburan yang biasanya dilakukan setelah jenazah dikuburkan, dalam hal
ini ada yang berpendapat hukumnya
dibolehkan, mereka berhujjah dengan hadits di bawah ini : Dari
Dhamrah bin Habib, seorang tabiin, “Mereka (yaitu para shahabat yang beliau
jumpai) menganjurkan jika kubur seorang mayit sudah diratakan dan para
pengantar jenazah sudah bubar supaya dikatakan di dekat kuburnya, ‘Wahai fulan
katakanlah laa ilaha illallah 3x. Wahai fulan, katakanlah ‘Tuhanku adalah
Allah. Agamaku adalah Islam dan Nabiku adalah Muhammad” [Dalam Bulughul Maram no hadits 605,
Ibnu Hajar mengatakan, “Diriwayatkan oleh Said bin Manshur secara mauquf
(dinisbatkan kepada shahabat). Imam Ath Thabrani meriwayatkan hadits di atas
dari Abu Umamah dengan redaksi yang panjang dan semisal riwayat Said bin
Manshur namun secara marfu’ (dinisbatkan kepada Nabi)].
Diriwayatkan
dari Abu Umamah al-Bahili r.a., dia berkata, "Jika aku meninggal, maka
perlakukanlah diriku seperti apa yang diperintahkan Rasululloh saw. kepada kami
dalam mengurus jenazah. Rasululloh saw. mengatakan kepada kami, "Jika salah seorang dari saudara kalian meninggal dunia,
lalu kalian telah menimbunkan tanah di kuburnya, maka hendaklah salah satu dari
kalian duduk bagian kepalanya dan berkata, "Wahai Fulan bin Fulanah."
Mayat itu mendengar ucapannya tapi dia tidak menjawab. Lalu orang itu berkata
lagi, "Wahai Fulan bin Fulanah." Mayat itu lalu duduk. Kemudian dia
berkata lagi, "Wahai Fulan bin Fulanah." Mayat itu lalu berkata,
"Berilah petunjuk pada kami, semoga Allah merahmatimu." Namun, kalian
semua tidak akan merasakan hal itu. Kemudian hendaklah orang yang mentalkin itu
mengatakan, "Ketika kamu meninggalkan dunia, ingatlah syahadat bahwa tiada
tuhan selain Allah dan Muhammad adalah hamba Allah dan utusan-Nya. Dan
bahwasanya kamu ridha menjadikan Allah sebagai tuhanmu, Islam sebagai agamamu,
Muhammad sebagai nabimu dan Alquran sebagai pemimpinmu." Maka malaikat
Munkar dan Nakir akan saling memegang tangan mereka dan berkata, "Marilah
kita pergi. Untuk apa kita duduk pada orang yang telah diajarkan hujjahnya."
Dan Allah menjadi hujjah baginya dari pertanyaan dua malaikat itu."
Lalu salah seorang sahabat bertanya, "Wahai Rasulullah, bagaimana jika ibunya tidak diketahui?" Maka beliau pun menjawab, "Hendaknya dia menisbatkannya pada Hawa. Yaitu dengan mengatakan, "Wahai Fulan bin Hawa." (HR. Thabrani, Ibnu Syahin dan lainnya).
Rabu, 15 Oktober 2014
MAKMUM MASBUQ

Tanya Jawab Agama oleh Ust. Imanan
Assalamu'alaikum warahmatullohi wabarakatuh. Pak Ustadz, saya mau bertanya tentang makmum masbuq; Kapan Seorang Makmum itu disebut Masbuq ? Mohon penejelasannya Pak Ustadz. (Dari Abdul Karim pembaca Lazismu di Sidoarjo)
Wa'alaikumussalam warahmatullohi wabarakatuh. Terima kasih atas pertanyaan yang Saudara ajukan kepada kami. Terlebih dahulu kami jelaskan tentang pengertian Makmum Masbuq.
Pengertian Makmum Masbuq.
Secara etimologi (bahasa) Masbuq adalah isim maf'ul dari kata “سبق” yang bermakna “terdahului / tertinggal”. Adapun secara terminology (istilah) Masbuq adalah Orang yang tertinggal sebagian raka'at atau semuanya dari imam dalam sholat berjama'ah. Atau orang yang mendapati imam setelah raka'at pertama atau lebih dalam sholat berjama'ah. (Kamus al-Muhith, Qawaid al-Fiqh dan Hasyiyah Ibnu 'Abidin, 1/400).
Dalam hal Makmum Masbuq ini, terdapat perbedaan pendapat. Dimana ada dua pendapat mengenai kapan seorang makmum itu disebut masbuq.
Rabu, 11 September 2013
SHOLAT TAPI TIDAK PAHAM BACAANNYA
Tanya Jawab Agama bersama ustadz Imanan (PDM Surabaya).
Tanya : Assalamu’alaikum warahmatullohi wabarakatuh. Ustadz, saya mau bertanya; “Apa hukumnya seorang muslim yang sudah aqil-baligh melaksanakan sholat tanpa memahami makna bacaan sholat, seperti bacaan : Al-fatihah, tasyahud, dan lain-lain?” (Dari Ibu Kemi di Wonokromo, Surabaya).
Jawab : Wa'alaikumus salam Warahmatullohi Wabarakatuh.
Hukumnya tetap sah secara fiqih, selama bacaannya benar dan memenuhi syarat dan rukun shalat. Ketidak mengertian bacaan tidak ada kaitannya dengan sah-tidaknya shalat, karena tidak termasuk syarat sah dan rukun shalat.
Jadi secara hukum fiqih, bila seseorang sudah memenuhi syarat dan rukun dalam shalat, maka shalatnya itu syah. Dan memang tidak disyaratkan dalam fiqih bahwa seorang yang shalat wajib mengerti bacaan yang dilafalkannya. Sehingga meski tidak paham, tetap syah dan insya Allah diterima Allah. Namun memang lebih afdlal idealnya seseorang memahami dan mengerti bacaan shalatnya, agar bisa khusyu` dan menghayati ibadahnya. Salah satu penyebab mengapa seseorang tidak khusyu` dalam shalat, karena tidak paham bacaan yang diucapkannya. Akhirnya, pikirannya jadi melayang-layang kemana-mana tak tentu rimba. Jika kita shalat tidak mengerti makna bacaannya, alangkah ruginya, karena shalat kita tidak akan khusyu dan kita tidak ”berdialog” dengan Allah SWT.
Jadi secara hukum fiqih, bila seseorang sudah memenuhi syarat dan rukun dalam shalat, maka shalatnya itu syah. Dan memang tidak disyaratkan dalam fiqih bahwa seorang yang shalat wajib mengerti bacaan yang dilafalkannya. Sehingga meski tidak paham, tetap syah dan insya Allah diterima Allah. Namun memang lebih afdlal idealnya seseorang memahami dan mengerti bacaan shalatnya, agar bisa khusyu` dan menghayati ibadahnya. Salah satu penyebab mengapa seseorang tidak khusyu` dalam shalat, karena tidak paham bacaan yang diucapkannya. Akhirnya, pikirannya jadi melayang-layang kemana-mana tak tentu rimba. Jika kita shalat tidak mengerti makna bacaannya, alangkah ruginya, karena shalat kita tidak akan khusyu dan kita tidak ”berdialog” dengan Allah SWT.
Rabu, 14 Agustus 2013
SILATURRAHIM DAN HALAL BIHAHAL
Tanya Jawab Agama bersama ustadz Imanan (PDM Surabaya)
Tanya : Assalamu’alaikum warahmatullohi wabarakatuh. Ustadz, saya mau bertanya; Apa arti Silatur Rahim dan Halal bi Halal ? Apa bedanya Silatur Rahim dengan Halal bi Halal? (Dari Abduh, Pembaca LAZISMU di Sidoarjo).
Jawab : Wa'alaikumus salam Warahmatullohi Wabarakatuh.
Makna Bahasa. Silaturahim (shilah ar-rahim dibentuk dari kata shilah dan ar-rahim. Kata shilah berasal dari washala-yashilu-wasl(an)wa shilat(an), artinya adalah hubungan. Adapun ar-rahim atau ar-rahm, jamaknya arhâm, yakni rahim atau kerabat. Asalnya dari ar-rahmah (kasih sayang); ia digunakan untuk menyebut rahim atau kerabat karena orang-orang saling berkasih sayang, karena hubungan rahim atau kekerabatan itu. Di dalam al-Quran, kata al-arhâm terdapat dalam tujuh ayat, semuanya bermakna rahim atau kerabat.
Dengan demikian, secara bahasa shilah ar-rahim (silaturahmi) artinya adalah hubungan kekerabatan.
Dengan demikian, secara bahasa shilah ar-rahim (silaturahmi) artinya adalah hubungan kekerabatan.
Rabu, 01 Mei 2013
INFOTAINMENT YANG MENJERUMUSKAN
Bersama : Ustadz Imanan.
PERTANYAAN : Assalamu'alaikum Warahmatullohi Wabarakatuh.
Ustadz mau bertanya : Membicarakan kejelekan orang lain dalam Islam jelas tidak boleh, lalu bagaimana dengan pemberitaan di media massa termasuk infotainment, apa juga tidak boleh ? Sampai batas mana isi pemberitaan media massa yang dibolehkan dalam Islam agar tidak termasuk fitnah dan ghibah ? Atas jawabannya sy ucapkan terima kasih. (Fikri, Petemon, Surabaya)
JAWABAN : Wa'alaikumussalam Warahmatulohi Wabarakatuh.
Terima kasih atas pertanyaan yang saudara ajukan. Sebelum menjawab pertanyaan suadara, terlebih dahulu mari kita perhatikan dalil-dalil Qur’an dan hadits di bawah ini :
“Wahai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah sebahagian kamu menggunjing sebahagian yang lain. Suka-kah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati. Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertaqwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang”. (QS Al-Hujurat/49 : 12).
Senin, 22 April 2013
TAHLILAN ANTARA IBADAH DENGAN ADAT

TANYA JAWAB Agama Bersama : USTADZ IMANAN (WAKIL KETUA PDM SURABAYA)
Pertanyaan : Assalamu ‘Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh, Mau nanya ustadz; Apakah peringatan 40 hari setelah kematian yang selama ini dilakukan sebagian umat Islam itu termasuk ibadah ataukah adat ? Dari adat mana berasal ? Ada yang berpendapat boleh saja memasukan unsur adat dan kearifan lokal, asal tidak bertentangan dengan akidah, mohon penjelasan, (Mat Khoirul, Simolawang).
Jawaban : Wa’alaikumus salam Warahmatullahi Wabarakatuh. Sebagian orang kurang memahami antara ibadah dan adat sehingga rancu dalam memahami kaedah para ulama. Kaedah yang dimaksud adalah hukum asal adat atau muamalah itu boleh sampai ada dalil yang melarang. Sedangkan untuk perkara ibadah, hukum asalnya haram sampai ada dalil yang mendukungnya. Karena kurang paham akan hal ini, jadi ada yang seenaknya memasukkan suatu amalan yang sebenarnya berisi ibadah pada masalah adat, sampai ia mengatakan, “Kenapa dilarang? Kan asalnya boleh?”
Beda antara Adat dan Ibadah
Kamis, 07 Februari 2013
HUKUM BERTATO
Bersama ; Ustadz Imanan, S.Ag
Pertanyaan : Assalamualaikum wr wb. Ustadz yang dirahmati Allah, saya sering melihat di TV dan di jalan-jalan banyak anak-anak muda yang memakai tato di tubuhnya, bahkan dijadikan kebanggaan. Mohon penjelasan hukum bertato. Terima kasih. Wassalam, dari Selamet Riyadi, Surabaya Timur.
Jawaban : Wa’alaikumsalam wr.wb. Benar, tato menjadi fenomena tersendiri dan telah dianggap wajar, sebagai sebuah gaya hidup. Bertato yang dalam Bahasa Arab disebut al wasym ( الوشم) adalah perbuatan yang hukumnya haram dalam agama Islam, berdasarkan beberapa hadits shahih, yang diantaranya hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori dan Imam Muslim dari Abdullah ibnu Mas’ud,
Minggu, 14 Oktober 2012
SHOLAT JUM'AT PADA HARI RAYA IED
Bersama : Ust. Drs. Syamsuddin, MA. (Majelis Tarjih PWM. Jatim)
Bismillahirrahmanirrahim. Dalam masalah ini terdapat beberapa pendapat dikalangan ulama. Diantara mereka ada yang berpendapat gugurnya kewajiban shalat jum’at dan dhuhur, yang mana merupakan pendapat Atha’.
Diantara ulama ada yang berpendapat wajibnya melaksanakan shalat ‘Ied dan juga shalat jum’at. Pendapat ini merupakan pendapat Malik, Abu Hanifah, Ibnu Hazm dan Ibnul Mundzir.
Argumen mereka adalah keumuan ayat, yaitu firman Allah Ta’ala: "Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat Jum’at, Maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli, yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu Mengetahui." ( Al-Jumu’ah: 9 )
Adapun pendapat yang shahih, yang merupakan pendapat yang dipilih oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah (Majmu’ Al-Fatawa 24/211), bahwa bagi yang menghadiri shalat ‘Ied telah gugur kewajiban menghadiri shalat jum’at. Namun tetapi diwajibkan baginya untuk mengerjakan shalat dhuhur berpegang dengan keumuman nash-nash syara’. Sementara bagi Imam kaum muslimin, dalam hal ini pemerintah, diharuskan untuk menegakkan pelaksanaan shalat jum’at, agar yang berkeinginan menghadirinya dapat menghadiri shalat jum’at. Pendapat ini merupakan pendapat madzhab Hanabilah dan dirajihkan oleh Ibnu Abdil Barr.
Argumen mereka:
Sabtu, 08 September 2012
TANYA JAWAB : "KAPAN AFDHOLNYA PUASA SYAWAL?"
Bersama : Ust. Imanan (Wakil Ketua PD. Muhammadiyah Surabaya).
Tanya : Assalamu'alaikum warahmatullohi wabarakatuh. Kepada Bapak Pengasuh tanya jawab yang terhormat, saya mau bertanya : Puasa pada bulan Syawal itu bagaimana tatacaranya ? apa juga harus sahur seperti puasa Ramadhan ? Lalu afdholnya dilakukan kapan ? sehari setelah idul fitri atau beberapa hari setelah idul fitri ? apakah boleh dilakukan dengan tidak berurutan ? terimakasih atas jawabannya, Joni, Karangpilang, Surabaya. (disampaikan lewat sms).
Jawab : Wa'alaikumus salam warahmatullohi wabarakatuh. Baiklah sebelum saya menjawab pertanya saudara, terlebih dahulu mari kita perhatikan hadits-hadits tentang puasa Syawal di bawah ini ;
Tanya : Assalamu'alaikum warahmatullohi wabarakatuh. Kepada Bapak Pengasuh tanya jawab yang terhormat, saya mau bertanya : Puasa pada bulan Syawal itu bagaimana tatacaranya ? apa juga harus sahur seperti puasa Ramadhan ? Lalu afdholnya dilakukan kapan ? sehari setelah idul fitri atau beberapa hari setelah idul fitri ? apakah boleh dilakukan dengan tidak berurutan ? terimakasih atas jawabannya, Joni, Karangpilang, Surabaya. (disampaikan lewat sms).
Jawab : Wa'alaikumus salam warahmatullohi wabarakatuh. Baiklah sebelum saya menjawab pertanya saudara, terlebih dahulu mari kita perhatikan hadits-hadits tentang puasa Syawal di bawah ini ;
Rabu, 06 Juni 2012
TENTANG PUASA RAJAB
Bersama : Ustadz Imanan (PD. Muhammadiyah Surabaya)
Pertanyaan :
Assalamu’alaikum
warahmatullohi wabarakatuh. ustadz Imanan, saya
mau tanya apakah ada dalil untuk puasa bulan Rajab ? Mohon dijawab.
Yunita (Surabaya. Pertanyaan lewat sms).
Jawaban :
Wa’alaikumus
salam warahmatullohi wabarakatuh. Mbak/ibu Yunita
yang terhormat. Dalil atau hadits-hadits tentang puasa di bulan Rajab itu
memang ada, bahkan hadits-hadits nya banyak sekali, di antaranya adalah :
(1) Artinya : "Barang
siapa yang bepusa sehari pada bulan Rajab, (pahalanya) sama dengan berpuasa satu bulan". Penjelasan : Hadits ini : sangat lemah = Dla’ifun
jiddan. Hadits ini diriwayatkan
oleh Al-Khathiib dari Abu Dzar. Dalam sanadnya
ada rawi yang bernama Al-Furaat bin As-Saaib. Dia adalah seorang rawi yang Matruk
= Hadits cacat karena rawinya dituduh pembohong. Ibnu Hajar
Al-Asqalaaniy telah menjelaskan dalam kitabnya bahwa : “Para Ahli Hadits telah
sepakat, bahwa hadits ini diriwayatkan dari jalan Al-Furaat bin As-Saaib,
sedang rawi ini adalah seorang yang dha’if (lemah). Di dalam sanad
hadits ini juga terdapat seorang rawi yang bernama Rusyd bin sa’ad, dan
Al-Hakam bin Marwan, kedua orang rawi ini adalah sangat dla’if.
Langganan:
Postingan (Atom)

MARI BERAMAL NYATA
