Sambut Ramadhan 1442 Hijriyah

Sambut Ramadhan 1442 Hijriyah

TV MUHAMMADIYAH (ADiTV Jogja)

Untuk dapat menonton konten ini anda perlu menginstall flash player
# Langsung live dari Adi-TV Jogjakarta

Rabu, 06 Juni 2012

Euforia Kelulusan Babak Akhir Drama Ujian Nasional

Oleh : Drs. Najib Sulhan, M.A. (Anggota Majelis Dikdasmen PDM Surabaya).
            Ujian Nasional untuk SD, SMP, SMA, dan SMK telah berlalu. Bukan berarti drama Ujian Nasional telah berakhir. Masih ada lagi yang perlu dicermati, yaitu debaran jantung untuk menunggu hasil kelulusan. Apa yang dilakukan setelah lulus dan apa reaksi bagi yang tidak lulus?
            Fenomena Ujian Nasional mirip seperti drama. Berlangsungnya sangat dramatis. Seolah-olah ada skenario. Di dalam skenario ada tokoh, alur, dan setting yang jelas. kalau dilihat dari alur, maka tampak dimulai dari eksposisi yang dilanjutkan dengan komplikasi dan konflik, hingga mencapai klimaks, lalu sedikit menurut ke antiklimaks. Dilihat dari penokohan, maka ada siswa, guru, kepala sekolah, orang tua, polisi, dan pemangku kepentingan lainnya. Jika dilihat dari setting, maka fokusnya ada di sekolah.
 Pemaparan awal terkait dengan persoalan menjelang persiapan Ujian Nasional. Ini dialami oleh siswa akhir di sekolah, mulai dari SD hingga SMA/SMK. Orang tua mulai diajak sosialisasi terkait dengan persoalan UjiaN Nasoonal. Tidak sedikit sekolah menghentikan semua agenda, kecuali hanya fokus pada Ujian Nasional.
          Selanjutnya masuk pada komplikasi dan konflik. Di sini kegalauan dan kegundahan dari siswa, sekolah, dan orang tua mulai terasa. Ada yang melakukan pendekatan spiritual dengan doa bersama, memperbanyak solat malam, motivasi, dll. Langkah ini mungkin dianggap lebih bagus. Namun tidak sedikit yang justru terjebak dalam kemusyrikan.
          Jelang Ujian Nasional berbagai media cetak maupun elektronik mulai menginformasikan kegalauan orang tua dan siswa menghadapi Ujian Nasional. Ada yang ramai-ramai datang ke dukun untuk diberi jampi-jampi. Ada pula yang pensilnya dicelupkan ke air yang dianggap memiliki khasiat yang dahsyat. Ada juga yang minta berkah ke kuburan. Bahkan di internet ada orang yang mengaku pinter dengan menjual pensil perbatang 100.000 rupiah dan siap diantar ke tempat tujuan. Tentunya pensil ini dianggap lebih cerdas daripada pemakainya. Fenomena ini yang sedang dialami bangsa ini.
          Klimaks Ujian Nasional terjadi pada saat hari pelaksanaan Ujian Nasional. Ketegangan begitu terasa dan tidak seperti biasa. Ada sekolah ketika siswanya mengerjakan soal, semua guru dan orang tua diajak untuk doa bersama dengan harapan anak-anak diberi kemudahan. Ada juga yang sibuk mencari bocoran soal. Bahkan polisi ikut menjaga ketat agar tidak terjadi penyelewengan. Pengawas independen pun dikerahkan untuk bisa menjaga kejujuran Ujian Nasional. Tentunya ini membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Meskipun demikian, kasus jual beli jawaban masih terjadi (Jawa Pos, 22 Mei 2012).
          Dalam benak saya, ”Sudah separah inikah dunia pendidikan? Lembaga yang menentukan nasib bangsa. Lembaga yang akan mengukir masa depan anak ternyata kurang mendapat kepercayaan. Justru sebaliknya, lembaga yang mulia ini masih selalu dicurigai.” Ironis memang, tetapi inilah fakta yang terjadi di sekitar kita. Tidak perlu ada yang disalahkan. Namun perlu ada regulasi yang lebih bagus lagi dalam menentukan standar kelulusan..
          Antiklimaks terjadi setelah menunggu pengumuman. Sekitar satu bulan siswa, guru, dan orang tua harus menunggu pengumuman. Lulus atau tidak, itulah jawaban yang harus diterima. Bersyukur, berbahagia, berfoya-foya, itu yang sering mewarnai  mereka yang lulus. Sementara stres, pingsan, bahkan ada yang bunuh diri ketika dinyatakan tidak lulus.
          Peranan guru dan orang tua sangat menentukan di saat-saat yang menegangkan ketika menunggu pengumuman. Sekolah harus bisa seimbang menghadapi anak-anak. Penguatan hati, bimbingan moral perlu dilakukan oleh sekolah. Berikan dukungan yang positif kepada siswa, baik yang lulus maupun yang tidak lulus. Ujian itu biasa, ada yang lulus dan ada yang tidak. Sukses dan tidaknya anak di masa depan bukan ditentukan Ujian Nasional. Justru keyakinan dan keteguhan hati jauh lebih penting.
Begitu juga orang tua, tidak perlu bersedih, malu, atau pesimis anak tidak sukses gara-gara tidak lulus Ujian Nasional. Yakinlah bahwa kegagalan adalah bagian tangga untuk menggapai sukses. Teguhkan hati anak-anak yang tidak lulus. Harapan kami, semua lulus dengan nilai yang bagus tanpa menggadaikan nilai-nilai kejujuran.
          Saat ini yang perlu dipersiapkan adalah menghadapi anak-anak yang lulus. Euforia kelulusan terjadi secara nasional. Berikan sentuhan positif kepada anak-anak agar bisa memaknai kelulusan dengan rasa syukur dan bukan berhura-hura. Tahun-tahun sebelumnya, ada siswa yang melakukan konfoi melewati batas kewajaran. Membawa bendera merah putih dengan berbagai coretan. Ada juga yang telanjang dada berkendara tanpa helm. Itu bentuk syukur yang jauh dari harapan semua pihak.
          Cermin anak adalah cermin sekolah. Jika ada sekolah yang memaknai rasa syukur dengan hura-hura, maka bisa ditebak tentang proses yang terjadi di sekolah itu. Nilai-nilai spiritual dan  karakter belum mampu mewarnai anak didik. Sebaliknya, sekolah yang bisa mengendalikan euforia kelulusan dengan bentuk sujud syukur, ungkapan terima kasih, dan berbagai kegiatan positif. maka itu akan lebih bermakna.
          Jika baju seragam sekolah tidak lagi digunakan, alangkah baiknya dikumpulkan untuk dibagikan. Itulah ungkapan syukur yang mesti ditanamkan. Berikan solusi bagi anak-anak agar tidak salah dalam memaknai rasa syukur. (Drs. najib Sulhan, M.A)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar


LAZISMU Surabaya

LAZISMU Surabaya
Lembaga Amil Zakat, Infaq dan Shodaqoh Muhammadiyah Surabaya

MARI BERAMAL NYATA

MARI BERAMAL NYATA