oleh ; Ir Sudarusman (Kepala SMP Muhammadiyah 2 Surabaya)
Mungkinkah ada yang bertanya, apa perlu keterlibatan orang tua dalam memberikan penilaian pada saat ini, dimana guru dan sekolah mendapat kewenangan dalam menentukan lulus dan tidak lulusnya siswa di sekolah ? Jawabnya perlu. Sebab, pendidikan yang utama berada di dalam rumah.
Ujian Nasional (UN) tahun 2015 tidak memiliki kesaktian lagi, artinya tidak lagi menjadi penentu kelulusan siswa dari sebuah sekolah. UN hanya dipergunakan sebagai pemetaan mutu pendidikan dan seleksi masuk ke jenjang yang lebih tinggi. Kelulusan tahun ini sepenuhnya ditentukan oleh sekolah. Sekolah bisa menerapkan sistem kelulusan yang mengacu pada peraturan pemerintah, dengan nilai ujian sekolah (30-50%) dan nilai raport (50-70%).
Selama ini pelaksanan UN senanti-asa menimbulkan magnit yang luar biasa untuk dibicarakan. Mengapa? Karena ham-pir setiap pelaksanannya selalu senantiasa menimbulkan kontroversi permasalahan, sejak dari persoalan logistiknya hingga kebocoran soal. Tidak jarang sekolah atau daerah melakukan upaya melakukan pembocoran berkas, sehingga muncul berbagai kasus. Diantaranya peserta didik yang berpotensi nilai UN-nya jauh berada dibawah siswa yang tidak berpotensi, bahkan dinyatakan tidak lulus.
Tahun 2015, saatnya sekolah melalui dewan guru diberikan kepercayaan dan kewenangan sepenuhnya untuk menentukan kelulusan siswanya. Sangat tepat dengan UU Diknas yang menyatakan bahwah gurulah yang berwenang melakukan evaluasi belajar peserta didik, karena guru memiliki kompetensi teknik dan moral untuk melakukan hal itu. Guru memiliki kewenangan menggabungkan nilai Ujian Sekolah (US) dengan nilai raport yang materinya diperoleh melalui proses pembelajaran di sekolah tiga tahun sebelumnya, guna menentukan lulus dan tidaknya siswa di sekolah.
Memang terkesan agak aneh, di mana US yang selama ini dianggap remeh, sekarang menjadi diperhitungkan dalam menentukan kelulusan siswa di sekolah. UN (Ujian nasional) yang semula menjadi penentu kelulusan sekarang hanya dipergunakan sebagai pemetaan kompetensi dan syarat untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Terlepas dari aneh atau tidak, ini adalah sebuah perkembangan yang baik, dimana fungsi UN (Ujian Nasional) benar-benar dapat digunakan sebagai pemetaan. Artinya, sekolah yang siswanya tidak dapat mencapai tingkatan kompetensi sesuai dengan yang ditentukan, maka sekolah berhak mendapatkan pembinaan serius baik dari pemerintah mau pun dari instansi terkait. Dengan harapan siswanya yang belum mampu mencapai kompetensi yang diujikan bisa mengalami peningkatan.
Berdasar kenyataan saat ini pelakasanaan UN jelas-jelas tidak ada hubungan dengan kelulusan siswa di sekolah. Pelakasanaannya dilaksanakan setelah ujian sekolah dan secara otomatis siswa peserta UN sebelum ujian sudah mengetahui lulus atau tidaknya dirinya. Peserta didik sebuah sekolah boleh mengikuti UN ketika sudah dinyatakan lulus dari sekolahnya. Untuk selanjutnya hasil UN dipergunakan sebagai syarat melanjutkan sekolah ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Tentu saja bagi mereka yang membutuhkan.
Seharusnya sekolah pada tahun ini, harus berterimakasih pada pemerintah yang sudah memberikan kewenangan se-penuhnya dalam menentukan lulus dan tidaknya siswa di sekolah. Maka dari itu, melalui kewenangan yang penuh ini, su-dah seharusnya sekolah bisa melakukan pengembangan penilaian agar bisa mem-peroleh hasil yang maksimal. Dalam peni-laian tidak hanya berfokus di sekolah saja, lebih dari itu, guru bisa melibatkan unsur-unsur terkait yang memiliki pemahaman baik tentang apa yang sedang dipelajari oleh siswa di sekolah. Salah satunya orang tua, yang harus diberikan kesempatan untuk memberikan penilaian prestasi anak, khusus hal-hal yang berhubungan dengan ranah sosial. Erat berhubungan dengan etika dan moral, serta ranah hati yang berorentasi pada akhlak.
Mengapa orang tua diberi hak menilai? Karena perubahan perilaku pada setiap peserta didik agar sesuai dengan yang diharapakan tidak hanya terjadi di sekolah, justru lebih besar terjadi di rumah dan masyarakat. Oleh karena itu, apa yang siswa peroleh di sekolah sudah seharusnya bisa diaplikasikan dimana saja, termasuk di rumah dan masyarakat. Jika penilaian orang tua terhadap anaknya pada ranah sosial dan ranah hati memiliki nilai baik, pasti orang tua yakin sekolah dan masyarakat akan baik. Tentu hal seperti inilah yang diharapkan siswa tidak hanya baik di sekolah, tetapi di rumah bahkan masyarakat.
Oleh karena itu, pada kesempatan saat ini, guru dan sekolah dalam memberikan penilaian harus mau berbagi tugas dengan orang tua, agar proses pendidikan di sekolah dan di rumah bisa sejalan dan saling mendukung. Yang perlu disadari bahwa mau tidak mau peran utama dalam pendidikan adalah orang tua, artinya orang tualah yang bisa memfasilitasi anak agar bisa belajar dengan baik.
Agar peran orang tua dalam melakukan penilaian bisa tercapai dengan baik. Maka harus ada pembagian atau pedoman dalam melakukan penilai terhadap anaknya. Sehingga tidak terjadi adanya hal-hal yang tidak sinkron antara apa yang dilakukan orang tua di rumah dengan guru di sekolah. Dengan demikian kewenangan guru dan sekolah dalam menentukan lulus dan tidaknya siswa di sekolah bisa memanfaatkan peran orang tua dalam menentukan nilai pada siswa. (Sudarusman).
Sambut Ramadhan 1442 Hijriyah
TV MUHAMMADIYAH (ADiTV Jogja)
# Langsung live dari Adi-TV Jogjakarta
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
.
BalasHapusguru super
KENANGAN ITU BERMUNCULAN KEMBALI
.