oleh : Andi Hariyadi
Berdirinya Muhammadiyah pada tanggal 8 Dzulhijjah 1330 H yang bertepatan dengan tanggal 18 November 1912, di Yogyakarta yang didirikan oleh K.H. Ahmad Dahlan, merupakan tonggak sejarah bagi pencerahan dan pemberdayaan umat. Nah, Milad Muhammadiyah ke-105 pada tahun 1435 H atau ke 102 pada 2014 M, memiliki momentum yang sangat strategis, menjelang Muktamar Muhammadiyah di Makassar pada tanggal 3 - 7 Agustus 2016, serta merupakan even untuk penguatan kehidupan berbangsa dan bernegara, setelah usainya pemilihan Legislatif dan pemilihan Presiden periode 2014 - 2019.
Peran Muhammadiyah dalam melakukan dakwah Islam Amar Ma’ruf Nahi Munkar benar-benar sangat diharapkan, lebih-lebih ketika memasuki tahun 2015 nanti akan diberlakukannya Masyarakat Ekonomi Asean (MEA). Menghadapi MEA apakah kita sudah siap menghadapi pasar bebas itu menjadi pemain-pemain yang unggul dalam persaingan itu, ataukah malah kita sebagai penonton saja, sehingga terus terlibas oleh berbagai kekuatan ekonomi di negara-negara Asean. Pemberlakuan Masyarakat Ekonomi Asean 2015 tersebut bisa menjadi tantangan, peluang dan ancaman, bergantung kesiapan seluruh stake holder suatu negara. Indonesia harus mampu memanfaatkan momentum tersebut sebagai tantangan dan peluang dengan meningkatkan daya saing, dengan menjadi pemain bukan penonton.
Lebih dari seabad yang lalu, K.H. Ahmad Dahlan telah menunjukkan kepeduliannya terhadap nasib rakyat dan bangsa yang sedang terjajah. Penderitaan, kemiskinan, kebodohan dan ketidakadilan serta paham keagamaan yang terjebak pada Tahayul Bid'ah dan Churofat (TBC) benar-benar menjadi problem utama. Keterpurukan, keterlantaran dan terus tertindas bahkan perpecahan merupakan kenyataan yang sangat memprihatinkan, yang harus diberikan solusi dengan perjuangan dan perubahan yang mendasar. Jika kedaulatan dan kesejahteraan ingin diwujudkan, maka diperlukan perjuangan pencerdasan dengan jalan penguatan di bidang pendidikan.
Melalui kajian rutin di sebuah surau kecil (Langgar Kidul) di kampung Kauman Yogjakarta, K.H. Ahmad Dahlan memberikan keteladanan sekaligus terobosan yang terinspirasi dari surat al-Ma'un. Beliau mengharapkan santri-santrinya agar surat itu tidak sekedar dihafalkan dan diulang-ulang saja tetapi harus dipraktekkan, diwujudkan dengan sebuah gerakan kepedulian, sebagai bukti cara beragama yang benar. Munculnya pendusta-pendusta agama itu dikarenakan mereka hanya sibuk melakukan pemujaan dan ritual saja dan melupakan realitas sosial yang sedang mengalami keterpurukan dan ketidakadilan.
Dalam surat al-Ma'un dijelaskan bahwa : 1) tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama? ; 2) Itulah orang yang menghardik anak yatim; 3) dan tidak menganjurkan memberi Makan orang miskin; 4) Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat,; 5) (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya; 6) orang-orang yang berbuat riya; 7) dan enggan (menolong dengan) barang berguna.
Ahmad Najib Burhani menegaskan bahwa teologi utama yang mendasari berdiri dan berkembangnya Muhammadiyah adalah teologi al-Ma'un. Teologi yang didasarkan pada Al-Qur'an (107:1-7) ini seringkali diterjemahkan dalam tiga pilar kerja, yaitu: healing (pelayanan kesehatan), schooling (pendidikan), dan feeding (pelayanan sosial). Materi utama yang diajarkan K.H. Ahmad Dahlan, pendiri Muhammadiyah, kepada murid-muridnya pada dekade awal abad ke-20 adalah pemahaman Surat al-Ma'un. Pada intinya, surat ini mengajarkan bahwa ibadah ritual itu tidak ada artinya jika pelakunya tidak melakukan amal sosial. Surat ini bahkan menyebut mereka yang mengabaikan anak yatim dan tak berusaha mengentaskan masyarakat dari kemiskinan sebagai 'pendusta agama'.
Petunjuk Allah SWT pada surat al-Ma'un seperti halnya surat-surat lain dalam al-Qur'an, mengkaitkan aspek teologis dengan aspek sosiologis yang aplikatif, sehingga gerakan al-Ma'un diharapkan ada percepatan untuk bisa langsung membumi dalam aksi-aksi kemanusian. Konsep tauhid yang kokoh disamping bermakna keesaan Tuhan, juga mendorong kesatuan manusia melawan segala bentuk penindasan, bahkan menurut Hasan Hanafi, bahwa agama Islam sudah memiliki perangkat yang cukup untuk melakukan perlawanan terhadap segala bentuk penindasan, salah satu diantaranya melakukan penguatan gerakan al-Ma'un. Dimana anak yatim dan orang miskin bukanlah sekedar anak yang sudah ditinggal mati oleh orang-tuanya. Demikian juga orang miskin yang bukan sekedar miskin karena kesejahteraannya belum terpenuhi. Lebih dari itu masih banyak bentuk keyatiman dan kemiskinan yang diakibatkan oleh kesewenangan kebijakan, arogansi kekuasaan, ketidakadilan, diskriminasi dan penelantaran akibat penindasan kemanusiaan tanpa ada pemihakan, kepedulian dan pembebasan, sehingga dikatakan sebagai pendusta agama.
Tudingan Allah SWT yang begitu keras dan tegas terhadap para pendusta agama, dimana ritual keagamaannya belum menunjukkan fungsi yang nyata dalam mengatasi problem-problem kemanusiaan, sehingga celakalah mereka karena rutinitas dalam ritual agama tidak menunjukkan konsistensi dalam memberikan solusi atas problem kemanusiaan. Beragamanya sekedar kedok untuk menutupi keangkuhannya, dan egoisme semata, beragamanya sekedar mendapatkan pujian, meraih status elite sehingga tidak mau tahu akan nasib saudaranya sendiri yang menderita, dan terus terlunta-lunta akibat beban penindasan yang selama ini terasakan.
Ketika beragamanya sudah tidak mau berpihak pada mereka yang termarginalkan bahkan lebih cenderung melakukan tindakan radikal kekerasan, semakin meyakinkan betapa nyatanya kebohongan mereka. Buya Syafi'i Ma'arif, mengajak warga Muhammadiyah untuk mengamalkan “teologi al-Ma'un”, suatu teologi pemihakan kepada kaum miskin, terlantar tertindas dan terpinggirkan juga kepada anak yatim, sebagai salah satu dasar dalam upaya jihad melawan korupsi. Sedang menurut Muhadjir Effendy, Rektor Universitas Muhammadiyah Malang, di dalam sistematika Fikih al-Maun yang disepakati Munas Tarjih, ada ‘Kerangka Amal al-Maun’, yakni berupa penguatan dan pemberdayaan kekayaan fisik, moral, spiritual, ekonomi, sosial, dan lingkungan. Sementara itu pilar Amal al-Maun terdiri atas rangkaian berkhidmat kepada yang yatim, miskin, mewujudkan nilai-nilai ibadah (shalat), memurnikan niat, menjauhi riya’ dan membangun kemitraan yang berdayaguna.
Penguatan gerakan al-Ma'un sesungguhnya lebih menyadarkan kita untuk lebih peduli sekaligus memberikan solusi, bahwa beragama kita ini sungguh bermakna bukan sekedar kamuflase yang penuh dengan tipuan, kebohongan dan kepura-puraan. Peran - peran sosial dan kemanusiaan sesungguhnya merupakan bagian yang utuh dan tidak terpisahkan dengan berbagai aktifitas peribadatan yang selama ini sudah kita lakukan. Sehingga melalui Milad Muhammadiyah ini semakin menyadarkan kepada kita semua untuk lebih memaksimalkan kepedulian, dan jangan cepat berpuas diri sehingga dapat lupa diri, karena lahan dakwah ini masih sangat luas dan beragam yang harus segera ditangani secara tepat. Akhirnya selamat Milad ke-105 Muhammadiyah untuk penguatan gerakan al-Ma'un.
Sambut Ramadhan 1442 Hijriyah
TV MUHAMMADIYAH (ADiTV Jogja)
# Langsung live dari Adi-TV Jogjakarta
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar