oleh : Ir Sudarusman
Kebijakan pemerintah perihal sertifi-kasi guru sangat berpengaruh ter-hadap perkembangan sekolah swasta, salah satunya Muhammadiyah. Beberapa waktu yang lalu, tepatnya bulan Juni 2013. Pertemuan Kepala Sekolah dan Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) bidang studi ISMUBA (al-Islam-KeMuhammadiyahan dan bahasa Arab), terdapat gagasan yang menarik tentang “Sertifikasi ala Muhammadiyah” (Sertifika-si Sosial Muhammadiyah). Gagasan itu pe-nulis munculkan sehubungan dengan ke-gelisahan guru bidang studi ISMUBA. Tidak sedikit keberadaannya tidak diakui, atau jam mengajarnya tidak diperhitungkan sebagai persyaratan yang tersertifikasi oleh Departemen Agama sebagai Guru Profesi.
Sertifikasi saat ini telah menjadi pembicaraan yang sangat hebat. Topik-to-pik yang berkembang di kalangan gurupun bertema sertifikasi. Apabila berbicara ser-tifikasi, maka semua menjadi terabaikan. Padahal sertifikasi adalah penunjang kuali-tas guru untuk mencerdaskan anak bang-sa. Tapi saat ini, sertifikasi mengalami de-gradasi tujuan, bukan sebagai penunjang kualitas, namun justru menjadi bumerang dalam tumbuh kembang sekolah.
Keberadaan sertifikasi di sekolah sangat tergantung dari berapa jumlah rombongan belajar yang terdapat di sebuah sekolah. Artinya jika sekolah tumbuh dan berkembang secara otomatis jumlah peserta didiknya akan turut berkembang dan hak guru mendapatkan sertifikasi di sekolah tersebut akan berkembang pula.
Kondisi itu dapat dilihat dari antusiasme guru saat mengurus persyaratan dan kelengkapan. Dimulai dengan adanya keberanian membuat data palsu, hingga meninggalkan tugas utamanya sebagai guru. Hampir setiap ada informasi perihal persyaratan sertifikasi, selalu timbul suasana sekolah yang kurang kondusif diantara guru, terutama dalam mensikapi persyaraatan yang diperlukan. Dimaklumkan karena yang dapat sertifikasi tidak semua guru, hanya yang pasti guru ISMUBA lebih kecil memiliki kesempatan untuk mendapatkannya.
Selain itu, keberadaan sertifikasi telah menjadi daya tarik tersendiri bagi guru. Disamping mendapat dana pembinaan juga ada pengakuan bahwa mereka sudah memenuhi standart sebagai guru yang profesional. Artinya guru-guru yang tersertifikasi memenuhi syarat sebagai pendidik. Sesuai dengan yang tercantum pada UU No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen dimaksudkan secara struktural memperbaiki kondisi kekurangan yang terjadi.
Padahal sebuah profesi yang ada pada guru, adalah sebuah panggilan jiwa yang diwujudkan dalam karya pelayanan terbaik dalam proses belajar mengajar di kelas atau pun di luar kelas dengan kom-petensi yang dapat dipertanggung jawab-kan. Karena kemulian inilah guru yang su-dah tersertifikasi harus secara terus mene-rus untuk update diri, sehingga ilmu yang dimiliki tidak tertinggal dengan perkem-bangan zaman.
Tetapi tidak sedikit sekolah yang merasa resah adanya sertifikasi ini teruta-ma sekolah-sekolah yang jumlah rombo-ngan belajarnya kecil. Tidak mampu mem-berikan jumlah jam yang disyaratkan yaitu 24 jam. Dengan demikian, kesenjangan pendapatan antar guru semakin besar, terutama pada guru-guru yang mengajar ISMUBA. Sampai saat ini, belum adanya usaha dari peyelenggara pendidikan Muhammadiyah atau Majelis Dikdasmen dalam mengatasi masalah tersebut.
Sertifikasi Sosial Muhammadiyah
Menyimak permasalahan yang timbul di sekolah-sekolah Muhammadiyah perihal sertifikasi guru, tampaknya Majelis Dikdasmen Muhammadiyah harus punya keberanian untuk mengambil sikap berani berdiri di kaki sendiri. Maksudnya ada keberanian untuk menanggung beban ang-garan sertifikasi tahap pertama diperuntukkan guru-guru ISMUBA. Kalau tidak segera diambil langkah-langkah kongkrit, kesenjangan pendapatan yang terjadi akan terus berlanjut. Dengan demikian, situasi yang kurang kondusif akan berpengaruh pada tumbuh kembang lembaga yang dikelola oleh Muhammadiyah.
Demi mengatasi itu semua, penulis menawarkan beberapa usulan penerima sertifikasi Muhammadiyah Guru ISMUBA. Pertama, rekutmen guru ISMUBA harus dilakukan secara selektif dilanjutkan dengan tes lisan, tulis dan portofolio. Karena ada kecendrungan kuat di Muhammadiyah memilih guru ISMUBA juga punya peran ganda sebagai guru juga mubaligh. Dengan begitu, kecenderungan ini harus diantisipasi agar tidak terjadi ketidak hadirannya dalam mengajar. Sebab, seringkali adanya dua profesi akan menjadi tidak profesional di salah satu pihak.
Kedua, implementasi atau mensosialisasikan untuk menjadi guru ISMUBA yang mendapat setifikasi dari Muhammadiyah adalah guru-guru yang tidak medapat sertifikasi dari pemerintah, mendapat rekomendasi dari sekolah dan persyarikatan Muhammadiyah dimana mereka mengajar, serta memiliki administrasi pendukung yang telah diisyaratkan persyarikatan. Dengan cara demikian, tidak akan didapatkan guru ISMUBA peserta sertifikasi Muhammadiyah yang kurang memenui keadministrasiannya.
Ketiga, pembiayaan. Bagi sekolah Muhammadiyah yang memiliki kemampuan finansial berlebih dimohon untuk memiliki rasa sosial yang tinggi guna membiayai semua gurunya yang dinya-takan lulus sertifikasi Muhammadiyah, dengan menyetor dana ke Majelis Dikdasmen, jumlah besaran sama dengan sertifikasi non implasing dari pemerintah yaitu, “Satu juta lima ratus ribu rupiah” setiap bulan. Sedangkan untuk sekolah yang kemampuan finansialnya kecil bisa bebankan kepada Majelis Dikdasmen.
Usulan “Sertifikasi Sosial Muhammadiyah” sekilas terdengar sensitif, tetapi mau tidak mau harus dicoba demi kemajuan sekolah-sekolah yang dikelola oleh Muhammadiyah. Melalui langkah-langkah yang tersebut diatas penulis rasa tidak akan menemui kesulitan yang berarti. Yang diperlukan saat ini adalah keberaniaan untuk bertindak dan melangkah. Jika Majelis Dikdasmen sebagai penyelenggara dan Persyarikatan sebagai pemilik berani mengambil langkah ini, maka peran Muhammadiyah sebagai organisasi yang memiliki sensitifitas tinggi terhadap kaum lemah dan kepekaan terhadap lingkungan akan menjadi teladan utama dan panutan bagi organisasi yang lain.
Oleh karena itu, memberi sertifikasi pada guru-guru ISMUBA, berarti ikut serta memikirkan dan membantu sekolah. Karena melalui sertifikasi ini guru-guru ISMUBA akan lebih percaya diri dan bangga pada lembaganya. Itu semua akan sangat berpe-ngaruh terhadap kinerjanya sebagai guru profesi, efeknya akan positif bagi sekolah-sekolah Muhammadiyah dimasa akan datang.
Penulis adalah Kepala SMP Muhammadiyah 2 Genteng Surabaya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar