Sambut Ramadhan 1442 Hijriyah

Sambut Ramadhan 1442 Hijriyah

TV MUHAMMADIYAH (ADiTV Jogja)

Untuk dapat menonton konten ini anda perlu menginstall flash player
# Langsung live dari Adi-TV Jogjakarta

Sabtu, 16 Agustus 2014

GEMAR BERBAGI SELAGI MUDA

Oleh Abdul Hakim (Wakil Ketua LAZISMU Surabaya)

Ada visi dan misi utama yang ditetapkan Alloh SwT bagi manusia dalam Al-Qur’an untuk menegaskan tugas dan perannya dalam kehidupan di dunia. Pertama, manusia adalah abdulloh atau abdi Alloh. “Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia, kecuali agar mereka mengabdi kepada –Ku” QS Adz-Dzariyat 56.

Mengabdi atau menghamba dengan sepenuh ketaatan adalah tugas penciptaan. Al-Qur’an Surat Al-Baqoroh ayat 21 menegaskan tujuan itu dalam bentuk perintah, khususnya kepada manusia,”Wahai manusia , mengabdilah kepada Robb-Mu, yang telah menciptakanmu dan menciptakan manusia sebelummu, agar kamu bertakwa.” Tugas mengabdi atau menghamba adalah tugas mutlak. Manusia hanya boleh dan harus mengabdi kepada Alloh, tidak kepada makhluk-Nya. Orang beriman yang menyadari perintah atau tugas Ilahiyah ini, menyambutnya dengan ikrar, “Hanya kepada-Mu kami mengabdi, dan hanya kepada-Mu kami memohon pertolongan,” (Q.S. Al-Fatihah 5).

Ikrar ini wajib dinyatakan minimal tujuh belas kali dalam lima kali sholat fardlu sehari-semalam. Seorang muslim bahkan menegaskan ketaatan itu dalam bentuk penyerahan diri total, sebagaimana dinyatakannya dalam QS Al-An”am 162, “Sungguh sholatku, ibadahku, hidup dan matiku hanyalah untuk Alloh, robbul 'alamin.” Bagi seorang muslim, hidup adalah ladang ibadah. Orang mukmin akan menjadikan seluruh nikmat yang dianugerahkan kepadanya dengan penuh syukur sebagai sarana atau wasilah ibadah mahdhoh dan ghoiru mahdhoh. Orang beriman faham, yakin, dan menyadari ibadah adalah jalan, pintu, dan tangga utama demi meraih kemuliaan hidup, yakni menjadi orang yang bertakwa. “Sungguh yang paling mulia di antaramu adalah yang paling bertakwa.” (Q.S. Al-Hujurot 13). Aktivitas apapun seorang mukmin adalah demi mengabdi atau menghamba kepada-Nya.

Seorang mukmin akan menjalani tugas hidup ini dengan ikhlas semata karena Alloh sebagai dasar amal. “Dan tidaklah mereka diperintah kecuali mengabdi kepada Alloh dengan ikhlas,” Q.S. Al-Bayyinah ayat 5. Ibadah bahkan harus ditunaikan dengan ilmu, sabar dan istiqomah. “Dan janganlah kamu melakukan sesuai tanpa ilmu, sungguh pendengaran, penglihatan, dan hati akan diminta pertanggungjawaban.” QS Al-Isro' 36. “Dan, Perintahlah keluargamu menegakkan sholat dan bersanarlah dalam mengerjakannya.” QS Thpha 132

Kedua, manusia adalah khalifah-Nya. Alloh SwT menciptakan manusia agar manusia menjalankan peran kemanusiaan sebagai kholifah atau kepemimpinan sebagai representasi wakil Alloh di dunia ini. Peran kekhalifahan adalah tugas pencerahan, mencerdaskan, menyelamatkan, menyejahterakan dan memuliakan kehidupan. Tugas kekhalifahan adalah tugas praksis, amal salih, kebajikan demi menebar rahmat bagi semesta alam. Peran kekhalifahan bisa dilakukan manusia dalam semua dimensi kehidupan. Sesuai potensi dan kapasitasnya, setiap manusia bisa melaksanakan peran kekhalifahan atau kepemimpinan dalam bidang ekonomi, sosial, keamanan, politik, seni, ilmu dan teknologi, budaya, hukum, serta pendidikan dan dakwah. Tentu, agar tugas kekhalifahan atau peran kemanusiaan itu menuai keberkahan, menjadi amal salih, manusia harus memiliki sejumlah kompetensi.

Pertama, kompetensi ilmu. Ilmu itu cahaya pencerah. ilmu adalah ekspresi kecerdasan intelektual. Bersama Iman, ilmu menjadi tangga kemuliaan. Agar tugas pengabdian dan kekhalifahan dapat dilaksanakan dengan ihsan, setiap mukmin wajib menuntut dan menguasai supremasi ilmu. Alloh menganugerahkan akal agar manusia berfikir dan bernalar, meneliti, mengembangkan ilmu. Alloh menegaskan, tidak sama orang berilmu dengan orang jahil. Rosululloh menegaskan sukses dunia dan akhirat hanya bisa dicapai dengan ilmu. Bagi orang beriman, menuntut ilmu itu jihad fi sabilillah, jalan-jalan menuju syurga. Tanpa ilmu, manusia bertindak tanpa pencerahan dan perencanaan. Karena itu rekayasa dan eksplorasi ilmu harus dilakukan sepanjang hayat, “Tuntutlah ilmu dari buaian hingga ke liang lahat.” Demikian pesan Rosulululloh.

Kedua, kompetensi iman. Iman menyadarkan manusia bahwa Allohlah sumber kehidupan, Sang Maha Kuasa, Maha Pencipta, Maha Berilmu, Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Kompetensi iman adalah bukti kecerdasan spiritual. Iman menyandarkan manusia pada perilaku ikhlas, rendah hati, cinta, jujur, percaya diri. Iman adalah energy spiritual yang dapat menembus batas. Ilmu dan iman adalah satu ikatan. Ilmu harus meneguhkan iman. Iman harus mendorong manusia menguasai ilmu. Tetapi ilmu dan iman semata bukan nilai dan harga kemanusiaan kita. Karena itu ilmu dan iman adalah modal amal. Amal yang didasari ilmu dan amal disebut amal salih. Amal salih adalah buah manis ilmu dan iman. Ada amal ritual, ada amal sosial. Amal sosial adalah harga tertinggi nilai kekhalifahan. Kepedulian adalah nilai amal sosial. Maka, sebagai mukmin kita dapat merealisasikan amal sosial kepada siapa pun. Kepedulian kepada yang sakit dapat kita wujudkan dalam bentuk pemulihan kesehatan. Kepedulian kepada yang fakir dan miskin dapat kita wujudkan dalam bentuk penyantunan, penyejahteraan, dan pemberdayaan. Penghimpunan dan penyaluran zakat, infak, dan sodaqoh adalah wujud kepedulian sosial bagi para mustahik. Amal salih adalah kunci pembebasan. Banyak krisis dan kesenjangan sosial hanya bisa diatasi dengan amal salih. Jika orang-orang beriman tidak peduli pada krisis dan kesenjangan sosial, Al-Qur’an menyebut kita sebagai pendusta agama. Bencana kemanusiaan akan terjadi. Beragam tindak kriminal dan bencana alam akan menimpa kehidupan. Kerusakan sumber daya manusia dan sumber daya alam akan menimpa dan terjadi di mana-mana. Sebabnya, manusia dihinggapi penyakit wahan. Sombong, dengki, rakus, bakhil, dan jahil.

Islam adalah agama ilmu, iman, dan amal. Amal ritual dan amal sosial. Keduanya adalah obat penawar bagi beragam krisis individual dan sosial. Zakat, infak, dan sodaqoh adalah amanat Islam, tanggung jawab mukmin. Setiap mukmin, tua-muda, dapat memberi kontribusi.

Tidak perlu menunggu kaya, tidak perlu menunggu tua. Masa muda adalah momentum rahmat, kebajikan yang terbentang untuk mewujudkan kepedulian, komitmen sosial, sebelum peluang itu hilang akibat penyakit wahan, atau orang-orang kafir, musyrik, fasik, dan munafik mengulurkan tangan sambil bertepuk tangan atau menepuk dada, padahal kita tahu mereka adalah para pendusta agama.

(Wakil Ketua Lazismu Surabaya)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar


LAZISMU Surabaya

LAZISMU Surabaya
Lembaga Amil Zakat, Infaq dan Shodaqoh Muhammadiyah Surabaya

MARI BERAMAL NYATA

MARI BERAMAL NYATA