Oleh : Abdul Hakim, M.Pd.I
Ya, bangsa ini pernah di bawah cengkraman penjajah Belanda selama kurun waktu yang sangat panjang. Tiga ratus lima puluh tahun! Sungguh masa penjajahan yang sangat tidak masuk akal. Selama tiga setengah abad itu, Be-landa berhasil menguras dan merampas hak asasi bangsa ini, yakni hak merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur. Hak memiliki dan menikmati kekayaan alam negeri ini direnggut oleh bangsa Eropa yang mengaku beradab itu. Belanda berhasil mengeksploitasi dan mengangkut ratusan ribu ton emas, perak, besi, intan, mineral, dan beragam rempah-rempah, dan limpahan kekayaan hutan terbaik dari negeri yang masyhur dengan julukan negeri kaya-raya, subur, gemah ripah loh jinawi.
Tidak hanya kekayaan alam, selama beratus tahun, bangsa bule yang mengaku beradab itu telah merampas hak ekonomi, social, politik, pendidikan, dan budaya. Akibat penjajahan, sungguh bangsa ini menjadi bangsa terampas, tertindas, terbelakang, menjadi budak tanam-paksa, dan kerja rodi di bawah tekanan politik belah bambu atau devide et impera yang sangat menyengsarakan, serta menelan banyak korban. Sungguh pahit, bila peristiwa penjajahan Belanda, termasuk penjajahan Jepang, kita kenang. Sungguh pedih dan pilu bila membaca fakta sejarah penjajahan. Sungguh geram kita, demi membaca sejarah, betapa Belanda ternyata telah merampas hak asasi bangsa ini dalam kurun waktu yang sangat panjang.
Kini, sambil memperingati kemerdekaan yang telah berumur hampir tujuh dasa warsa itu, kita disadarkan akan hasrat nafsiyah yang dimiliki manusia. Menjajah, menindas, membunuh, memeras adalah karakter sahwat manusia. Ketika manusia gagal meredamnya, manusia menjadi kejam, sewenang-wenang, liar, buas, dan beringas. Harkat dan martabat kemanusiaan bangsa ini direndahkan, bahkan dikorbankan. Maka, korban akibat keberingasan dan kebiadaban nafsu liar itu akan menjadi catatan kelam sejarah peradaban manusia.
Selama tiga setengah abad bangsa ini terbelenggu dalam penjara nafsu penjajah yang menindas dan merampas. Selama itu pula bangsa ini berjuang membebaskan diri dari penjajah. Tetapi nafsu penjajah itu tidak hanya pernah merasuki Belanda, Portugis, atau Jepang. Di era teknologi dan informasi digital ini, kita menyaksikan geliat nafsu menjajah itu juga merasuki Barat, Amerika dan sekutunya, serta Eropa melalui senjata budaya materialisme, hedonisme, kapitalisme, sekulerisme, liberalisme, dan pluralisme dalam jejaring global.
Dunia Islam nyaris tidak berdaya menghadapi jejaring sosial yang merasuk ke dalam sistem politik, ekonomi, sosial, budaya, hukum dan agama. Alih-alih dunia Islam menentangnya, mereka adalah para penyambung peradaban yang telah menggadaikan nilai-nilai kemanusiaan.
Al-Qur’an Surat Yusuf ayat 53 mengingatkan,”Sungguh nafsu itu selalu mendorong melakukan kejahatan, kecu-ali nafsu yang mendapat rahmat Tuhan.” Demikianlah watak nafsu, yang memang bebas nilai, tidak mengenal benar-salah, halal-haram, hak-kewajiban. Karena itu demi memenuhi hasratnya yang materi-alistik dan hedonistik, siapa pun yang berada di belenggu nafsu bisa menjadi liar, buas, dan beringas. Manusia, bisa menjadi seperti anjing, kera, srigala atau binatang lainnya serta hilang harkat dan martabat kemanusiaannya. Kesombong-an, kedengkian, tipu-daya, kerakusan dan kejahilan akan menjadi tabiat, ber-sinergi dalam system budaya berhala.
Nafsu tidak hanya membuat manusia menjelma seperti banatang. Siapa pun yang gagal melepaskan diri dari jeratnya, bisa memberhalakan dirinya. Tidak hanya Namrud dan Firaun yang diabadikan dalam Al-Qur’an sebagai figur manusia yang mendeklarasikan diri sebagai tuhan atau menuhankan nafsunya. Setiap anak Adam berpotensi dapat terbelenggu ke dalam penjara nafsu.
Kemerdekaan sejati bangsa ini tentu tidak sekedar kemerdekaan dari penjajahan bangsa asing. Kemerdekaan sejati adalah sukses manusia ketika berhasil berjihad melepaskan diri dari penjara nafsunya yang telah menjadikan diri sebagai berhala atau tuhan, menafikan Alloh, Tuhan alam semesta. Kemerdekaan sejati adalah ketika manusia berjihad memerangi dominasi nafsunya.
Penulis adalah Konsultan dan Praktisi Pendidikan Islam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar