Bagi seorang muslim, ibadah adalah keniscayaan. Ia sadar, Alloh SwT memang mencip-takan manusia untuk memenuhi tugas utamanya yakni beribadah. Hidup adalah peng-hambaan, ketundukan, ketaatan, dan kepasrahan kepada Alloh Al-Akbar, Ar-Rohman, Ar-Rohim, Al-Malik, Al-'Alim. Ibadah, karenanya, harus menjadi nafas, bahkan ruh bagi aktivitas apa pun yang dilakukan. Demi amalan istimewa itu, Alloh menganugerahkan berbagai fasilitas kepada manusia. Bumi langit dan seisinya adalah fasilitas ibadah. Maka seorang muslim mukallaf sadar ketika berulang berikrar, ”Hanya kepada-Mu kami mengabdi, dan hanya kepada-Mu kami memohon pertolongan.” atau dengan mantap ia berjanji, ”Sungguh, sholatku, ibadahku, hidup dan matiku hanya untuk Alloh Robbul 'Alamin.”
Dengan beribadah, seorang muslim menegaskan keyakinan dan kesaksiannya akan eksistensi Alloh. Dengan ibadah, ia berusaha hanya memahabesarkan, memahaagungkan-Nya. Baginya, hanya Dia yang harus dipuji dan dimuliakan dengan penuh hormat dan dengan keren-dahan sepenuh jiwa-raga. Dengan beribadah, manusia tidak ragu mempersembahkan diri di bawah kekuasaan mutlak-Nya. Hanya Dia Yang Maha Kuasa. Hidup adalah sejadah panjang baginya untuk selalu bertasbih, bertahmid, bertahlil, dan bertakbir. Ibadah dalam perspektif ini tentu tidak semata berupa sholat, melaksanakan puasa, menunaikan haji, atau dzikir dan doa.
Setiap aktivitas amar makruf dan nahi munkar yang dilakukan dengan motif tulus a-tau ikhlas karena-Nya adalah ekspresi ibadah. Menyingkirkan duri di jalan, senyum kepada se-sama muslim, bakti kepada orang tua, menyantuni fakir-miskin, menegakkan hukum dan kea-dilan, tidak merampas hak orang lain, melestarikan lingkungan, menjaga kebersihan, menya-yangi binatang, menuntut ilmu, mendidik anak, mencari nafkah halal, menjaga lisan, menjaga farji, membangun fasilitas ibadah atau sosial, menjaga silaturrahim, santun di jalan, atau men-cegah perbuatan tercela, mubazir, merusak, maksiyat atau durhaka adalah sederet amal yang bisa bernilai ibadah. Jadi dimensi ibadah itu selain hablun minalloh, juga hablun minannas.
Dua dimensi ibadah ini ibarat dua sisi pada satu keping mata uang dinar. Tak dapat dan tak mungkin bisa dipisahkan. Hablun minalloh itu komitmen ritual, sedang hablun minannas itu komitmen sosial. Islam memang agama yang seimbang dan totalitas. Sholat dan zakat itu satu kesatuan. Haji dan komitmen sosial itu integral. “Wahai mukmin, masuklah Islam secara kaffah!”. Seorang mukmin yang faham dan sadar akan substansi kedua dimensi ibadah ini pasti dengan senang hati memenuhi seruan ini dengan tulus, bahkan dengan cinta. Ia akan memanfaatkan fasilitas apa pun sepenuhnya sebagai wasilatul ibadah. Dengan ibadah ia ingin selalu berterima kasih dan menyukuri kehidupan, kemudian berbagi dengan sesama. Bukan lagi demi mereguk pahala yang memang sudah pasti diterimanya, tetapi demi kesadarannya sebagai hamba atas cinta dan kasih-sayang Alloh Ar-Rohman, Ar-Rohim yang telah dan akan terus melimpah-ruah kepadanya. Dengan ibadah, ia tidak hanya ingin sukses mereguk manis-nya dunia. Ia juga lebih berharap Alloh mengizinkannya menikmati kehidupan panjang tak ter-hingga setelahnya. Tentu di akhirat. Ya, akhirat itu pasti lebih baik dan lebih kekal, apa lagi jika sekedar dibanding dengan sejumput nikmat dunia. (Abdul Hakim, Pemred).
Sambut Ramadhan 1442 Hijriyah
TV MUHAMMADIYAH (ADiTV Jogja)
# Langsung live dari Adi-TV Jogjakarta
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar