Sambut Ramadhan 1442 Hijriyah

TV MUHAMMADIYAH (ADiTV Jogja)
# Langsung live dari Adi-TV Jogjakarta
Senin, 07 Januari 2013
POLA ASUH IBU VS POLA ASUH NENEK
KONSULTASI PSIKOLOGI bersama RAHMA KUSUMANDARI
Assalamu'alaikum Wr. Wb. Ibu Rahma yang saya hormati, saya mohon bantuan untuk diberikan solusi atas permasalahan yang saya hadapi. Saya dan suami saya dikaruniai seorang anak yang masih berusia 4 tahun dan kami tinggal bersama dengan ibu saya. Saya dan suami sama-sama bekerja sehingga saat kami bekerja, ibu saya yang mengasuh anak saya. Awalnya kami berniat untuk menitipkan anak kami di lembaga karena kasihan pada neneknya yang tentunya sudah banyak berkurang kapasitas tenaganya, namun ibu saya berkeberatan. Tetapi dengan pengasuhan neneknya anak saya menjadi lebih banyak membantah bila saya ingatkan dengan alasan “sama nenek boleh kok”. Seringkali ibu saya tidak sabar menunggui anak saya makan sendiri atau pun mandi sendiri, sehingga ia pun menyuapi dan memandikan anak saya. Selain itu anak saya menjadi sering jajan padahal hal tersebut saya batasi demi kesehantannya.
Saya menjadi bingung dengan apa yang harus saya lakukan. Saya pernah mencoba mengkomunikasikan ini dengan ibu saya, namun hasilnya beliau malah tersinggung dan hubungan kami pada hari itu menjadi tegang. Bagaimana saya harus menengahi hal ini? Terimakasih. dari Kasih - Nginden, Surabaya.
Jawaban: Wa'alaikumsalam Wr. Wb.
Bunda Kasih yang sedang bingung, masalah yang Anda hadapi sebenarnya juga dialami oleh banyak keluarga di Indonesia, mengingat kebudayaan kita yang memiliki hubungan kekerabatan antara kakek-nenek dan cucu yang sangat dekat. Sehingga, seringkali bagi orang tua yang bekerja mempercayakan pengasuhan kepada kakek-nenek.
Hal ini mempunyai sisi positif, karena dari segi kasih sayang tentunya tidak diragukan lagi bahwa kakek-nenek akan mencurahkan segenap kasih sayangnya bagi cucunya. Selain itu kakek-nenek sudah memiliki pengalaman dalam merawat anak sehingga mereka tahu apa yang harus dilakukan ketika cucunya tidak enak badan, tidak mau makan, tidak bersendawa, dsb. Masalah seringkali muncul karena pola asuh kakek-nenek cenderung permisif dengan memberikan banyak kelonggaran dan keleluasaan pada cucunya untuk melakukan apa yang ia inginkan tanpa menyelaraskan dengan aturan yang dibuat oleh orangtua si anak. Jika hal tersebut dibiarkan berlarut-larut akan berakibat negatif bagi perkembangan anak, hubungan anak dan orangtua serta hubungan orangtua degan kakek-nenek.
Untuk mengatasi permasalahan tersebut, kita perlu mengembangkan komunikasi yang efektif dengan kakek-nenek dari anak-anak kita. Bunda Kasih pun sudah melakukannya dan hal tersebut merupakan usaha yang baik meskipun belum membuahkan hasil yang baik. Mungkin Bunda perlu mengevaluasi penggunaan bahasa yang digunakan, karena bagaimanapun juga nenek dari Ananda tetaplah orangtua yang tentunya merasa memiliki lebih banyak pengalaman dan umumnya mereka akan tersinggung bila merasa digurui. Komunikasikan hal tersebut dengan bahasa yang menempatkan mereka tetap menjadi guru dengan mengajak berdiskusi, misal “Bu, akhir-akhir ini kok Ananda jadi sering membantah ya? Apa yang harus saya lakukan?” pertanyaan tersebut akan memberikan ruang bagi nenek untuk memberikan saran dan kritik sehingga ia tetap merasa dihargai. Dengan demikian, diskusi-diskusi untuk memecahan persoalan anak akan berjalan dengan harmonis. Selain itu, Bunda juga bisa menggunakan bahasa seperti “Nek, sekarang Ananda sudah pinter lo, dia sudah bisa makan sendiri, jadi nanti tolong dibantu ya Nek biar dia selalu makan sendiri”. Insya Allah dengan keterbukaan dari semua pihak, keselarasan dan keharmonisan dalam mengasuh Ananda akan terbangun.
Selain itu, Bunda juga harus memperhatikan bahwa meskipun Ananda berada dalam pengasuhan yang 'aman' yakni bersama neneknya bukan berarti orangtua tidak perlu menjalankan perannya sebagai pengasuh utama Ananda. Hal tersebut dapat menimbulkan pemahaman yang salah pada diri Ananda mengenai pendidik utama mereka sehingga mereka lebih menurut dan patuh pada kakek neneknya. Orangtua harus menjaga komunikasi dengan Ananda, tanyakan kegiatannya seharian tadi ketika Bunda pulang kantor, pastikan ia sudah melakukan tugas-tugasnya. Gunakan bahasa yang hangat dan menyenangkan sehingga Ananda mau terbuka. Selain itu, orangtua juga harus memperhatikan hak dari Ananda untuk mendapatkan perhatian dan kasih sayang penuh dari Ayah Bundanya. Ketika hari libur, fokuskan perhatian pada Ananda, ajak ia untuk rekreasi atau asuh mereka secara mandiri.
Dengan demikian semoga keselarasan pola asuh dapat terbangun dan Ananda tetap menganggap orangtua sebagai figur utama pendidik mereka.
Penulis adalah pengasuh UPTD Kampung Anak Negeri - Dinsos Kota Surabaya
Langganan:
Posting Komentar (Atom)

MARI BERAMAL NYATA

Tidak ada komentar:
Posting Komentar