Sambut Ramadhan 1442 Hijriyah

Sambut Ramadhan 1442 Hijriyah

TV MUHAMMADIYAH (ADiTV Jogja)

Untuk dapat menonton konten ini anda perlu menginstall flash player
# Langsung live dari Adi-TV Jogjakarta

Kamis, 11 Oktober 2012

QURBAN SIMBOL KEPATUHAN & PEMBEBASAN


Oleh : Ustadz Usman Daud
     QURBAN secara etimologi atau kebahasaan berasal dari kata; قَرُبَ ـ يَقْرُبُ ـ قُرْباً ـ قُرْبَاناً Artinya dekat atau mendekati; menghampiri atau mendekati. Kalau dikatakan   قَرَّبَ اْلقُرْبَانَ ِللهِ Artinya mengerjakan qurban karena Allah. Dalam terminologi fiqih qurban juga disebut  اُضْحِيَّةٌ jamaknya adalah  اَضَاحِى  yaitu kambing yang dikorbankan, disembelih. Yang dimaksud adalah menyembelih binatang diwaktu matahari sedang naik di pagi hari atau berqurban. Berasal dari kata  ضَحْوَةٌ dhahwah artinya waktu sesudah tinggi matahari; atau ضُحَى dhuha artinya waktu terbit matahari, matahari naik. Dari kata dhahwah atau dhuha tersebut diambil kata  ضَحِيَّةٌ yang jamaknya  ضَحَايَا berarti kambing yang diqurbankan, disembelih.
     Dalam pengertian syara' qurban adalah hewan ternak yang disembelih sebagai wujud pengabdian diri kepada Allah Swt pada waktu-waktu tertentu. (tgl 10, 11, 12, dan 13 Dzulhijjah).
     Qurban mendapat legalitas resmi dalam syari'at sebagai sebuah ketetapan baku berdasarkan Q.S. al-Kautsar / 108 : 1-3 :
1. Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak.
2. Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berkorbanlah.
3. Sesungguhnya orang-orang yang membenci kamu Dialah yang terputus


     Dan keterangan dari 'Aisyah tentang Sabda Nabi Muhammad Saw dalam hal keutamaan amal seorang hamba yang paling dicintai Allah Swt pada sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah, yang diriwayatkan oleh imam al-Hakim, Ibnu majah, dan Tirmidzi, dengan kwalitas hasan Gharib. Lalu adanya Ijma' ulama tentang keabsahan ibadah ini dengan segala keunggulannya diterima di dalam syari'at agama Islam yang mulia ini, sebagai simbul kepatuhan dan pembebasan diri dari nilai dan energy yang negative yang menghinakan.
Dalam konteks kekinian ritual dan praktek simbolis qurban juga memiliki makna sosio ekonomi dan politis dalam kancah Islam modern. Pada segi ritualnya, ide qurban itu penting dalam praktek lahiriyah keagamaan Muslim. Pada permukaan, mungkin ritual qurban Islam mirip dengan yang ada dalam tradisi agama lain, hanya bentuk yang paling umum adalah penyembelihan hewan wajib sebagai bagian dari kewajiban haji dan pengurbanan sunnah (muakkad) oleh bukan haji pada 'Iedul Adh-ha (Hari Raya Qurban), yang dipandang sebagai peringatan qurban Nabi Ibrahim.
     Pada masa pra-Islam qurban berbentuk qurban darah, namun dalam Islam, praktek ini memperoleh makna yang lebih simbolis. Q.S. al-Hajj/22:36-37.
36. Dan telah Kami jadikan untuk kamu unta-unta itu sebahagian dari syi'ar Allah, kamu memperoleh kebaikan yang banyak padanya,…;
37. Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya…;
     Belakangan ini, qurban ditafsirkan sebagai pemenuhan kebutuhan kesejahteraan sosial dan sedekah. Daging hewan qurban yang disembelih pada masa haji tahunan dikirim ke tempat-tempat jauh untuk memberi makan orang miskin dan orang lapar dalam komunitas miskin. Sebagian makanan dari qurban oleh bukan-haji diberikan pula sebagai sedekah kepada kelompok miskin dalam komunitas setempat.
     Pemikiran kesejahteraan sejak dahulu merupakan bagian dari hikmah qurban meskipun yang utama adalah segi ritualnya, dan segi sedekah hanya bersifat sekunder. Namun kini ritual zaman dahulu dan pemikiran simbo-lis cepat tergantikan oleh pemikiran sosio-ekonomi. Kaum Muslim masa kini, cendrung membenarkan praktek qurban dengan menekankan bahwa sedekah, kesejahteraan, dan pemberian makan kepada orang miskin adalah tujuan utamanya dalam konteks modern. Hal ini bertambah penting mengingat mening-katnya kritik terhadap praktek Muslim ini oleh kelompok pembela hak-hak hewan di berbagai bagian dunia. Mudah difahami bahwa konteks sosial memainkan peranan penting dalam membentuk dimensi kesejhteraan dari ritual ini, dan fungsi sosial qurban sekarang lebih ditekankan daripada maknanya sebagai ritual.
     Gagasan qurban juga dapat membawa nada politik yang kuat. Hal ini dapat dilihat dalam tulisan Islam politik semasa perjuangan antikoloonial di dunia Muslim dan juga semasa kebangkitan Islam masa kini. Gerakan Islam modern kerap mendorong penganutnya untuk berusaha menjadi syahid (syuhadah) saat mengejar tujuan politik yang disahkan oleh idiologi agama. Syahadah dipandang sebagai bentuk tertinggi dari pengurbanan diri (tadh-hiyah). Sub tema politik ini didukung oleh ritual sejarah dan motif simbolis dari qurban.
     Penafsir modern Muhammad 'Ali  (1874-1951), menunjukkan bahwa tindakan qurban sendiri berkaitan dengan kebenaran, ke-rendahan hati, dan kesabaran dalam penderi-taan dan ketakjuban kepada Ilahi. Di tengah-tengah ayat qurban (Q.S. al-Hajj/22:34-35),
34. Dan bagi tiap-tiap umat telah Kami sya-riatkan penyembelihan (kurban), supaya me-reka menyebut nama Allah terhadap binatang ternak yang telah direzkikan Allah kepada mereka, Maka Tuhanmu ialah Tuhan yang Maha Esa, karena itu berserah dirilah kamu kepada-Nya. dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang tunduk patuh (kepada Allah),
35. (yaitu) orang-orang yang apabila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, orang-orang yang sabar terhadap apa yang menimpa mereka, orang-orang yang mendirikan sembahyang dan orang-orang yang menafkahkan sebagian dari apa yang telah Kami rezkikan kepada mereka.
     Muncul ayat yang menganjurkan orang beriman agar bersabar ketika mengalami cobaan dan kesulitan di jalan Allah (Q.S. al-Hajj/22:39).
39. Telah diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi, karena sesungguhnya mereka telah dianiaya. Dan sesungguhnya Allah, benar-benar Maha Kuasa menolong mereka itu.
     Oleh karena itu, qurban ritual menunjuk pada pengurbanan yang lebih tinggi. Orang beriman didorong, kata Muhammad 'Ali untuk “menyadari bahwa jika mereka bisa mengurbankan hewan yang mereka kendalikan, tugas mereka adalah menyerahkan jiwanya di jalan Allah.” Hubungn yang saling bergantung antara yang abstrak dan yang nyata -tema qurban yang memiliki signifikansi spiritual maupun materil- cukup jelas. Pembaharu Mesir, Muhammad Rasyid Ridha' (1865-1935), juga membuat penafsiran yang mirip; dalam tafsirnya tentang al-Qur'an, Ridha' menjelaskan bahwa memperjuangkan kebenaran melibatkan “ketabahan, kesabaran, dan pengurbanan.”
     Salah satu ideology Islam Iran yang menonjol, 'Ali Syari'ati (1933-1977), secara bebas menafsirkan simbolisme haji dalam ke-rangka metafora politik. Qurban yang diung-kapkan sebagai penyenbelihan hewan, dia menjelaskan, adalah perumpamaan untuk ke-musnahan dan kematian ego. “Ini berarti me-nahan diri dari, dan berjuang melawan, godaan ego.” Symbol qurban memiliki nilai didaktik di tangan para cendekiawan seperti Syari'ati dan Muhammad 'Ali. Dalam pemikiran me-reka terdapat kecenderungan untuk meraih ja-uh ke dalam kesadaran Muslim, untuk me-nemukan dan menyadari implikasi potensial dari qurban. Jika ego dapat dibebaskan dari penghambaan terhadap materialism menuju kesadaran yang lebih tinggi, Syari'ati berargu-men, kemungkinan terjadinya keteraturan politik yang damai akan menjadi kenyataan. Sementara itu Muhammad 'Ali menggunakan dorongan mistik dari tema ini: qurban hewan sebenarnya adalah qurban hewan di dalam manusia. Jika persepsi ini disosialisasikan di dalam komunitas, ini akan mengakibatkan perkembangan etos pengurbanan diri dalam sebagian besar masyarakat.
     Dengan demikian, jelas bahwa mak-na ritual dan simbolis qurban meluas ke dunia praktek dalam cara-cara yang penting. Baik konteks sosial maupun imajinasi individual memainkan peranan penting dalam menentu-kan rentang makna tema ini. Wallahu a'lam.

Penulis adalah Wakil Ketua Majelis Tarjih PDM Surabaya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar


LAZISMU Surabaya

LAZISMU Surabaya
Lembaga Amil Zakat, Infaq dan Shodaqoh Muhammadiyah Surabaya

MARI BERAMAL NYATA

MARI BERAMAL NYATA