Sambut Ramadhan 1442 Hijriyah

Sambut Ramadhan 1442 Hijriyah

TV MUHAMMADIYAH (ADiTV Jogja)

Untuk dapat menonton konten ini anda perlu menginstall flash player
# Langsung live dari Adi-TV Jogjakarta

Senin, 10 September 2012

KEDERMAWANAN ITU BERMORAL


Oleh : Andi Hariyadi, M.Pd.I
     Salah satu misi kedatangan agama Islam di pentas kehidupan manusia adalah untuk perbaikan akhlaq (moral). Akhlaq berasal dari bahasa 'Arab jama' dari (خلق) yang menurut logatnya diartikan budi-pekerti, perangai, tingkah laku, moral atau tabiat. Juga adanya kesesuaian dengan khuluqun, yang berarti adanya hubungan yang erat antara Pencipta (kholiq) dengan ciptaan (makhluk) (Al Qolam:4). Demikian juga dari hadits Nabi SAW: “Sesungguhya aku telah diutus untuk menyempurnakan kemuliaan akhlaq” (HR. Ahmad)”.
     Terjadinya hubungan yang baik antara kholiq dan makhluk, tentu adanya kesesuaian aktivitas makhluq dengan prinsip-prinsip keilahian yang telah diwahyukan, sehingga terjadinya ketaatan, ketundukan, kemuliaan akhlaq, kedermawanan dan kepasrahan seorang hamba kepada Allah SWT sebagai Sang Pencipta. Hubungan yang baik tersebut, tidaklah mungkin terbangun oleh sikap yang berlawanan dengan kehendak-Nya dan menyalahi Sunnah Rasul-Nya, seperti kemungkaran, kemaksiatan, kesewenang-wenangan, arogansi, egoistis, kesombongan, kehinaan dan sejenisnya. Karena hal ini semakin menunjukkan ketidak sesuaian hubungan antara kholiq dan makhluk.


     Diantara bentuk hubungan yang baik tersebut adalah kedermawanan khususnya dalam penggunaan harta. Al-Qur'an mengulang kata harta (Maal) hingga 82 kali itu menunjukkan betapa pentingnya persoalan harta dalam mengisi kehidupan manusia, baik ketika mencari harta ataupun dalam pemanfaatannya diharapkan adanya kesesuaian dengan prinsip-prinsip ke Ilahian, karena disitulah akan tercermin tingkat ketaatan seorang hamba dan kemuliaan akhlaq sang hamba. Konsistensi dengan prinsip-prinsip ke Ilahian itulah yang akan mampu mengantarkan sang hamba pada pencapaian derajat kemuliaan (Q.S. Al-Anfaal: ayat 3 - 4).
     Pertama, ketika mencari harta, apakah kerja-kerja yang dilakukan sudah sesuai dengan kehendak-Nya, seperti prinsip kehalalan, kejujuran, bukan penipuan, penggelapan, serta pemerasan. Karena ada banyak godaan ketika mencari harta ini sehingga dapat mengakibatkan kehinaan dan kerugian, seperti permasalahan korupsi merupakan bentuk kesalahan yang sangat fatal baik dimata hukum Negara apalagi dari sudut agama (Islam). Namun lagi-lagi upaya penegak-an hukum belum bisa memberikan efek jera dan rasa keadilan, sehingga korupsi semakin menggurita dan itulah kebathilan yang nyata. (Q.S. An-Nisa' : 29).
     Kemampuan bekerja seseorang dalam mencari harta ada yang mudah dengan membuka peluang-peluang usahanya, karena didukung pemodalan, keterampilan dan akses jaringan, sehingga hartanya berlimpah. Ada pula yang bekerja dengan mengerahkan segenap pikiran dan tenaga untuk sekedar memenuhi kebutuhan dasar hidupnya, harta yang didapatkan pas-pasan saja, karena memang keterbatasan kemampuan, pemodalan dan akses jaringan. Sehingga dari sinilah diharapkan terjadinya hubungan yang baik untuk saling membantu terhadap mereka yang masih kekurangan.
     Maka yang kedua, bagaimana dalam penggunaan hartanya, apakah sudah ada kesesuaian atau bertolak belakang dengan prinsip-prinsip ke Ilahian. Karena dimata masyarakat seringkali ada klaim pembenar, bahwa prestasi dalam pencarian harta diukur berdasarkan jumlah pemilikan asset kekayaannya, dimana kemewahan telah dibanggakan, hartanya ditumpuk hanya sekedar pemenuhan aspek konsumtif saja. Pada hal yang sejatinya prestasi kesuksesan itu manakala kita mampu memberdayakan orang-orang yang belum sejahtera ekonominya untuk bisa mandiri hingga menjadi kaya. Inilah sesungguhnya asset kita karena mampu membuat hubungan yang baik bukan hanya kepada Sang Kholiq saja tetapi juga kepada sesama hamba sebagai bentuk kepeduliannya (Q.S. Al-Ma'un). Mengingat harta yang kita miliki adalah titipan Allah yang nantinya aka dimintai pertanggung jawabannya, baik ketika mencari maupun menggunakannya.
     Ketika membelanjakan harta hendaknya tetap memperhatikan kondisi sosial disekitar kita, dan kesadaran ini merupakan bentuk moralitas yang tinggi, penuh kemuliaan, dengan kepekaan dan kepedulian serta memberdayakan sebagai cerminan kedermawanan untuk membuktikan ketaatan dan ketundukan pada Allah SWT dan Rasul-Nya yang berimplikasi meningkatkan derajat kemulian moralitasnya. Sebuah penelitian oleh Studi University of North Carolina, mengungkapkan bahwa mereka yang tidak memiliki kepedulian untuk memberi dan mengasihi secara terus menerus mengakibatkan seorang individu psikopatis yang tidak bermoral. Maka kedermawanan dengan melakukan infaq, shodaqoh, zakat dan hibah serta waqaf semakin memantapkan posisi kemuliaan sebagai seorang yang bermoral karena membelanjakan harta secara benar.
     Al-Qur'an menjelaskan, bahwa harta yang kita miliki itu tetap berfungsi sosial, dalam bentuk :
1) Pendistribusian, jangan sampai harta berputar pada tangan agniya' saja  tanpa ada upaya pendistribusian dalam bentuk usaha-usaha produktif. (Q.S.Al Hasyr: 7).
2) Berkembang, harta bisa dimanfaatkan secara luas, sekaligus mengikis sifat kikir, rakus dan lainnya (Ali Imran : 180), dan
3) Efektif, penimbunan harta mengakibatkan fungsi sosial harta tidak jalan, sehingga harus diupayakan kegiatan-kegiatan yang bersifat efektif dalam bentuk pemodalan untuk usaha-usaha produktif (At-Taubah : 34).
     Kedermawanan merupakan bukti ketaatan, sekaligus meninggikan derajat moral kemuliaan, maka bersegera-lah melakukan yang terbaik ketika men-cari dan membelanjakan harta, sebelum terjadi kebangkrutan yang memalukan, karena harta adalah amanah dari-Nya.

Penulis adalah Wakil Sekretaris PDM Surabaya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar


LAZISMU Surabaya

LAZISMU Surabaya
Lembaga Amil Zakat, Infaq dan Shodaqoh Muhammadiyah Surabaya

MARI BERAMAL NYATA

MARI BERAMAL NYATA