OLeh : Abdul Hakim, M.Pd.I
Setelah usai puasa Romadhon, kita harus bersiap melanjutkan puasa yang lebih panjang. Puasa sepanjang hayat. Puasa di bulan Romadlon, sejatinya adalah pelatihan untuk mempersiapkan diri menjalani puasa selanjutnya. Ya, hidup ini memang ibadah panjang di hamparan sajadah panjang membentang. Seperti sholat, puasa adalah aktifitas ibadah. Sholat dan puasa kita harus panjang. Tidak cukup sholat lima menit kali lima waktu, meski ditambah sholat malam. Belum cukup sekedar puasa sebulan ditambah puasa-puasa sunnah.
Puasa itu bermakna menahan diri. Menahan diri dari hasrat-hasrat nafsiyah. Sebagai makhluk bernafsu, selain berakal, kita harus tahu karakter nafsu. Alquran Surat Yusuf, ayat 53 menjelaskan nafsu manusia potensial melakukan tindak kejahatan. Dari bilik nafsu, bisa muncul sifat-sifat ego seperti sombong, dengki, dusta, amarah, rakus, kikir, riya, jahil, ujub, dan dendam. Bila nafsu dilepas-bebas, tanpa kendali, manusia bisa liar,sadis, buas, bahkan beringas. Manusia bisa lebih binatang ketimbang binatang, lebih setan ketimbang setan, lebih batu ketimbang batu. Manusia bisa menjadi makhluk rendah, hina, terkutuk, dan terlaknat di dunia. Bahkan di akhirat nanti tempatnya di neraka.
Membunuh, mencuri, menipu, melecehkan, menghina, memfitnah, menjajah, merusak, korupsi, pungli, menyuap, dan memperbudak adalah sebagian dari banyak bentuk atau wujud perilaku nafsiyah. Nafsu memang eksploitatif. Tidak mengenal halal-haram, haq-batil, baik-buruk, hak-kewajiban, perintah dan larangan, boleh atau tidak sesuatu dilakukan. Sebab, yang jadi standar, parameter, atau ukuran kebenarannya adalah birahi dan kepuasan duniawi serta syahwat biologis semata. Hati dan akalnya jadi seperti batu, tidak dapat menangkap sinyal, meski sinyal itu berupa kebenaran wahyu.
Bila nafsu dituruti, manusia menjadi buta dan tuli. Manusia tidak akan pernah melakukan perbuatan terhormat, suci dan mulia. Manusia tidak akan menjalankan perintah ibadah sebagai kewajiban utamanya. Manusia tidak akan melaksanakan tugas kemanusiaannya sebagai pemimpin atau selaku khalifah-Nya. Ia tidak akan bisa memakmurkan dan melestarikan kehidupan ini demi meraih kemuliaan dariNya.
Bila nafsu dituruti, manusia bisa terlena, mudah tertipu, dan tersihir oleh dunia yang selalu menggodanya. Kepuasan dunia jadi tujuan hidupnya, meski untuk itu harus menghalalkan segala cara. Padahal kesenangan dunia itu sedikit, sesaat, sebentar, dan fana. Padahal, rumah kita bukan di dunia. Kerja keras kita bukan untuk dunia semata. “Dan carilah kebahagiaan akhiratmu, dan jangan lupa nasibmu di dunia, serta berbuat baiklah …!” Begitulah Alquran dengan santun mengingatkan!
Jadi, kapankah kita harus puasa, melakukan pengendalian nafsu. Tentu bukan di bulan Romadlon saja. Godaan, tantangan, sihir, dan ujian itu justru datang sesudahnya. Nafsu dan setan akan terus merongrong dari dalam dan dari luar diri kita. Kita hanya bisa membentengi dan menjinakkannya dengan puasa sepanjang hayat kita.
Sambut Ramadhan 1442 Hijriyah
TV MUHAMMADIYAH (ADiTV Jogja)
# Langsung live dari Adi-TV Jogjakarta
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar